Jalanlain : Solusi Aneh Tapi Manjur Betul

Sejak kecil, Raga tahu hidup tidak akan ramah padanya. Ia kehilangan ayah di usia sembilan tahun, meninggalkan ibu yang bekerja siang–malam di pabrik tekstil untuk bertahan. Rumah mereka sederhana, dindingnya lembab, namun penuh dengan diam yang saling memahami. Raga tumbuh menjadi remaja yang tidak pernah minta banyak, hanya ingin ibunya bahagia. Itu saja.

Namun, keinginan sederhana sering menjadi kemewahan paling sulit diwujudkan.

Pada usia dua puluh dua, Raga bekerja sebagai sopir truk antarprovinsi. Ia ingin mengubah nasib. Tapi pekerjaan itu menghabiskan waktunya—hari, minggu, bulan. Ibunya mulai sakit-sakitan, masih memaksa bekerja. “Ibu baik-baik saja,” katanya, padahal napasnya tersengal. Raga tahu ia berbohong, tetapi apa pilihannya? Tanpa pekerjaan, bagaimana mereka makan?

Sampai telepon itu datang: ibunya pingsan di pabrik, harus dirawat. Biaya pengobatan tidak masuk akal. Hutang mulai menjerat.

Raga putus asa. Ia berdoa, entah kepada siapa, meski ia lama berhenti percaya. “Tolong,” katanya di kabin truk malam itu, “aku butuh jalan. Jalan apa saja.”


Subjudul: Penumpang Gelap, Masalah Terang Benderang

Di perjalanan selanjutnya, ia bertemu Narek—penumpang gelap yang muncul dari balik bak saat ia berhenti di rest area sepi. Raga hampir memukulnya dengan linggis, tapi pria itu mengangkat tangan, suaranya gemetar.

“Aku hanya menumpang ke kota. Aku tidak mencuri apa pun.”

Pakaiannya lusuh, wajahnya penuh lebam, ketakutan mengalir jelas dari matanya.

Raga tahu ia seharusnya melapor polisi. Tapi rasa iba—dan kebutuhan akan teman bicara—membuatnya membiarkan pria itu ikut sampai kota tujuan.

Dalam perjalanan, Narek membuka sedikit kisahnya. Ia kabur dari kelompok pemeras yang memperkerjakannya sebagai buruh gelap. Ia ingin mencari adiknya yang hilang.

“Kau percaya keajaiban, Ga?”

“Tidak.”

“Kalau kita cuma mau jalan yang kita bayangkan, kita akan kecewa. Tapi kalau kita siap menerima jalan berbeda…” Ia mengangkat bahu. “Hal tak terduga bisa terjadi.”

Raga diam. Ia tidak punya tenaga untuk berdebat dengan nasib.

Sesampainya di kota, semuanya berubah jadi mimpi buruk. Polisi mengepung truk mereka. Ada laporan pencurian mesin lewat jalur truk. Raga ditahan. Ia membantah, memaksa menjelaskan, tapi siapa mau percaya sopir truk miskin?

Sementara itu, Narek menghilang. Seakan ia tidak pernah exist.

Itu pukulan terakhir yang menghancurkan harapan. Ibunya butuh operasi. Ia dipenjara. Dunia seperti memaksanya.

Hari persidangan tiba. Di luar dugaan, seorang pengacara asing datang membela Raga tanpa dibayar. Ia membawa bukti CCTV rest area—rekaman pencuri memasukkan kotak ke bak truk ketika Raga tidur. Para pelaku tertangkap hari itu juga.

Raga bebas.

Saat keluar dari gedung pengadilan, sang pengacara memberikan amplop kecil. “Ini titipan seseorang.”

Di dalamnya ada uang—cukup untuk operasi ibunya—dan secarik kertas:

Tidak semua pelarian membawa celaka.
Tidak semua orang buruk.
Terima kasih sudah memberiku jalan lain.
Semoga ini menjadi jalan lain bagimu.

– Narek

Raga hampir tidak bisa bernapas. Ia ingin bertanya siapa Narek sebenarnya, tapi pengacara hanya menggeleng.

“Yang jelas dia ingin ibumu selamat.

Tiga bulan setelah operasi, ibunya pulih. Raga berhenti jadi sopir truk dan bekerja sebagai teknisi bengkel. Gajinya kecil, tapi ia pulang setiap sore—dan ibunya tersenyum setiap hari. Itu jauh lebih penting.

Kadang ia masih memikirkan Narek—entah ia menemukan adiknya, atau justru masih dikejar orang.

Tapi satu hal tak pernah ia ragukan: doa kadang dijawab bukan dari arah yang kita pinta, melainkan dari jalan lain yang tak pernah terpikirkan.

Dan itu, pada akhirnya, selalu cukup.

Posting Komentar untuk "Jalanlain : Solusi Aneh Tapi Manjur Betul"