Apa itu Tiga Bahasa Pikiran

jalanlain.com - Literasi. Syarat sebuah pernyataan menjadi kenyataan adalah memenuhi 3 hal berikut ini: 

Pertama, pernyataan itu juga bisa dibayangkan dalam gambar visual di pikiran. Misal menyatakan "enak ya makan rujak" juga disertai gambaran imajinasi rujak di pikiran.

Kedua, pernyataan itu melibatkan emosi yang intens baik itu perasaan bahagia maupun perasaan sedih. Misal "enak ya makan rujak" disertai perasaan bahagia bila makan rujak.

Ketiga, pernyataan itu dinyatakan jelas baik secara lisan, tulisan, atau pun sekedar dalam hati. Sekali lagi, jelas.

Ada seorang lelaki selalu melihat sebidang tanah kosong di pinggir jalan sambil berkata dalam hati, nanti saya garap tanah ini untuk dijadikan ruko. Itu dilakukan setiap lewat jalan itu, mengucapkan dengan rasa optimis dan bahagia. 

Suatu hari dia melihat spanduk "dijual" di atas tanah itu, sontak segera menelpon dan bertemu dengan pemiliknya.

Ternyata, pemiliknya memiliki banyak sekali tanah, ditandai dengan tumpukan sertifikat dan si pemilik lupa, tanah mana yang dijual di pinggir jalan itu.

Singkat cerita, sertifikat itu ketemu dan si pemilik dengan entengnya mengatakan, "silahkan kamu garap. Saya ingin tahu, di tangan kamu jadi apa tanah itu."

Akhirnya di atas tanah itu benar-benar berdiri bangunan ruko dengan skema kerja sama dengan pihak material dan pemborong.

Sepintas terlihat mudah dan sebenarnya memang mudah. Saking mudahnya kita sudah "khatam" menamatkan 3 proses ini sehingga pernyataan jadi kenyataan.

Buktinya, saat seseorang berkata, "dia bisa begitu karena saya dulu." Sambil membayangkan bagaimana dulu dia berperan menasehati atau memberi kontribusi lalu sekarang orang itu ada di atas.

Maka imajinasi membayangkan diri sendiri di bawah dan orang yang dikomentari ada di atas. Lalu perasaan secara intens merasa iri. 

Tak sadar menghasilkan realita hidup selalu di bawah sesuai imajinasi tadi. Terus menerus melihat sosok lain di atas, tak pernah bisa menyetarai.

Iri memang perasaan, tapi disertai imajinasi diri sendiri di bawah dan orang lain di atas. Lalu pernyataan, "dia bisa begitu karena saya dulu" menguatkan imajinasi tadi.

Termasuk juga emosi marah, dimana emosi selalu berperan memvibrasikan lebih kuat ke semesta, saat menyalahkan orang lain.

"Gara-gara hutang, hidupku jadi begini!" 

Ada imajinasi dimana diri sendiri menjadi korban dan orang lain (hutang) sebagai pelaku, dimana korban selalu tak berdaya.

Maka realitasnya adalah masalah tak pernah selesai, hutang sulit dilunasi. Sebab membayangkan diri sendiri tak punya kuasa alias lemah tak berdaya.

Seluruh potensi akal pun seperti dalam posisi off.

Bagaimana kalau kita mengatakan, "Allah Maha Kuasa, Dia bisa menolong kita." Lalu imajinasi membayangkan bagaimana Nabi Ibrahim AS diselamatkan dari api raja Namrud.

Hati pun senang, bahagia, serta optimis.

Maka realitasnya mudah saja untuk ibadah kepadaNya, untuk taat kepadaNya, sehingga dengan ketaatan itu, Allah menolong hambaNya.

Ada saja keajaiban yang dialami.

Sekarang bagaimana ketika kita berdzikir, pikiran membayangkan kebesaran Allah berupa ciptaanNya di alam semesta lalu perasaan merasa takjub, bahagia, serta pasrah kepadaNya?

Maka kalimat dzikir tadi bisa berubah wujud menjadi keajaiban-keajaiban yang kita alami dalam hidup kita. 

Ada saja kemudahan yang dialami.

Wallahu'alam
Ahmad Sofyan Hadi

Posting Komentar untuk "Apa itu Tiga Bahasa Pikiran"